Ratna oktaviana

all about me

Rabu, 27 Maret 2013

Berkisah Tentangmu




Cukuplah aku merasakan sakit pada suatu masa dengan segala tingkahmu yang tak pernah merasa bersalah. Dengan segala komentar perempuanmu yang kemunculannya sengaja memercikkan api yang dia tau nantinya akan berkobar.
Sudah cukup aku tersiksa dengan keterpurukan menantimu. Mendengar berbagai cerita tentang proses kedekatan kalian. Bertahun-tahun aku memendam, mewajarkan sebuah pertemanan. Tapi ternyata tak cukup meredakan sayangku untukmu dan mereka kawan-kawanmu yang juga kawan perempuanmu menyudutkan segala perasaan yang aku ekspresikan. Sempat aku menyumpahi, siapapun itu semoga merasakan apa yang akau rasakan. Tuhan lebih tau balasan apa yang pantas tanpa aku memilihkan. Meski sempat terpikir jika mereka tak merasakan dicampakkan pada masa muda, semoga merasakan saat mereka menikah.
Air mataku jatuh setiap hari. Menetes pada luka yang menganga. Hingga akhirnya keluargaku membencimu dan perempuanmu. Tak hanya itu seluruh teman-temanku beserta pasangannya masing-masing, bahkan enggan tuk berucap nama gadismu. Kalaupun berucap pasti dengan terpaksa.
Aku cukup bahagia dengan keadaan saat itu. Aku menantikan segala keterpurukannya. Berdoa untuk deritanya dengan segala sesuatu yang mampu menjadikanku bagai iblis. Aku menjadi wanita jahat sebagaimana diceritakan disebuah sinetron yang berperan antagonis.
-***-
Semakin lama aku berperan dalam cerita ini. Sadarku menyeruak. Sampai kapan aku akan menyimpan dendam. Bukankah semua telah berlalu cukup lama. Dan sepertinya kau bahagia seperti yang digambarkan pada beberapa tulisan karya perempuanmu. Meski terkadang ada yang tak singkron dengan keadaan.
Aku merubah keadaan sedikit demi sedikit, memang masih terlihat bekas luka dan kecewa, namun toh sudah kering dan tak terasa sakit.
Aku tak pernah lagi merayu Tuhan tuk mengembalikanmu padaku. Meskipun terkadang ada ungkapan-ungkapanmu yang merayu. Otoritermu yang tak merelakanku tuk berpasangan dengan yang lain dengan menyuruhku berpisah. Dan bodohnya aku menurutinya. Hingga berkali-kali aku berganti pasangan tanpa cinta.
Seiring berjalanya waktu, aku telah belajar melupakan. Hatiku yang mati rasa kepadamu dan kepada siapapun, kini kubelajari tuk menerima apa yang aku miliki. Mencoba menyayangi walaupun butuh proses lama. Aku tak ingin berpasangan tanpa cinta seperti biasanya yang asal menerima dan senang karena mampu menaklukkan.
Relakan aku pergi bersamanya. Jangan mencegahku. Simpan semuanya, karena sampai kini aku tak pernah mampu melihat tangismu yang pecah dihadapanku ketika kau berbicara.
Andaikan aku dan kau mampu berbicara tanpa air mata, ingin aku mengatakan bahwa “aku ikhlas kau bersamanya dan semoga kau bahagia”.