Tepat 3 tahun
yang lalu, mengawali sebuah cerita kehidupan yang tak tahu bagaimana akhirnya
nanti. Berawal dari sebuah pertemuan tak sengaja, ku mengenalmu sebagai sosok
yang tak peduli.
17 Juni ’08, hujan
dimalam itu menemaniku membaca sebuah pesan yang tampak dilayar ponsel, tak
seperti biasa, sebuah ungkapan perasaan berupa pertanyaan yang sedikit aneh.
Berhari-hari kau menanti jawabku atas pertanyaanmu. Tepat sehari sebelum
keberangkatanku ke luar kota, kau datang ketempat ku menuntut ilmu. Dengan
seragam berbeda kau bercerita disampingku dengan gayamu yang khas hingga kau lontarkan lagi pertanyaan itu. ‘Ya’,
tak mengerti mengapa ku jawab begitu. Tapi jawaban itu yang kurasa pantas
untukmu. 24 Juni 2008 tanggal istimewa untuk kita.
Waktu terus
berjalan, kau membuat ku menjalani rentetan kejadian kejadian yang tak pernah
kualami sebelumnya. Kau selalu membuatku tersenyum dengan tingkah dan
cerita-ceritamu, mamberi kejutan disetiap moment special, berjuang untuk
meminta ijin pada ayah agar kita dapat berlibur berhari-hari, berkorban
sepenuhnya untuk mendapat sebuah restu keluargaku. Kau selalu mengusap airmata
jika ku tak kuasa membendungnya, selalu mendengar segala keluh kesah yang
kuceritakan, selalu menjaga saat ku terbaring lemah, kau selalu ada disetiap ku
membutuhkanmu (meski terkadang kau sibuk dengan ‘Alammu’). Terlalu banyak hal
hingga ku memandangmu sebagai makhluk sempurna dan akhirnya melahirkan sebuah
ketergantungan padamu.
Tahun berganti tahun
ku lewati denganmu. Namun dengan bertambahnya tahun, tak bertambah pula
kesetiaanmu. Sebuah pengkhianatan yang benar-benar menyakitkan. Tak percaya,
sedih, kecewa, semua membaur jadi satu. Kau menangis dihadapanku, namun itu tak
dapat menghapus luka. Hanya diam, berharap air mataku tak jatuh juga, tapi tak
bisa.
Kiniku
mendapatkan penggantimu namun berujung
sama. Hanya saja kali ini dibiarkan menggantung hingga akhirnya lepas, tanpa
ada kepastian. Kecewa (pasti), karena merasa tak dihargai. Tapi tak terlalu
kupikirkan, karena ku berpendapat mungkin itu dapat membuatnya bahagia.
Kini (rasanya) tak
ingin lagi ku membuka hati. Ku hanya ingin bintangku kembali. Berharap ada
lilin untuk tahun ketiga sebagai perayaan seperti tahun sebelumnya. Meski ku
tahu sekalipun lilin itu ada, kau akan membiarkanku duduk sendiri menatap api
kecil hingga akhirnya mati.